KATAK TANPA PARU-PARU |
Rabu, 25 Februari 2009
FIKSI ILMIAH PENGARUHI PERKEMBANGAN LUAR ANGKASA
SELAMA tiga dekade terakhir pandangan manusia mengenai antariksa mencapai kemajuan yang mencengangkan. Antariksa bukan lagi dipandang sebagai wilayah tak tersentuh dan tak bisa dimanfaatkan bagi kepentingan manusia di Bumi. Di balik lompatan peradaban manusia tersebut, pengembangan teknologi roketlah yang memungkinkan semua keberhasilan itu karena mampu menembus antariksa, yang disebut sebagai tapal batas terakhir pengembaraan manusia.
Salah satu teknologi terpenting adalah roket untuk melontarkan modul agar terbebas dari gravitasi Bumi. Syarat utama sebuah benda agar terlepas dari gravitasi Bumi adalah kecepatannya melebihi kecepatan lepas (escape velocity) Bumi sebesar 11,18 km/detik. Berkat roket, berbagai misi ke antariksa bisa sukses, mulai dari penempatan satelit pengorbit Bumi, teleskop antariksa, satelit penjelajah di tempat-tempay luar Bumi, hingga pembuatan “koloni mini” di Stasiun Antariksa Internasional (International Space Station, ISS).
Keberhasilan misi-misi tersebut telah membawa perubahan mendasar bagi peradaban manusia di dalam memandang perilaku alam semesta, keberadaan Bumi dan interaksinya dengan objek-objek antariksa, serta bagi kemajuan iptek berkaitan dengan pertanian, kesehatan, telekomunikasi, informasi, optik, pencitraan, dan lainnya. Lantas, siapa arsitek utama pembuatan roket sehingga manusia bukan hanya berhasil menggapai Bulan, tapi juga membuat lompatan dalam ekspedisi antariksa melalui beragam model wahana antariksa?
Fiksi ilmiah
Entah sebuah kebetulan atau tidak, bahwa novel fiksi ilmiah “From Earth to the Moon” karya Jules Verne (1865) berkisah perjalanan manusia ke Bulan melalui meriam pelontar. Novel sejenis “The War of the Worlds” karya H.G. Wells (1898) yang berkisah serbuan alien dari Mars ke Bumi--yang difilmkan ulang di tahun 2005 dengan judul sama dan dibintangi Tom Cruise--digemari bahkan menyemangati para perintis awal roket seperti Robbert H. Goddard (AS) dan Hermann Oberth (Jerman). Sementara di Uni Soviet (sekarang Rusia) muncul Konstantin Tsiolkovsky.
Di tahun 1908 Goddard menciptakan roket mungil berbahan bakar padat di Worcester Polytechnic Institute. Empat tahun kemudian, ia mendesain roket bertingkat berbahan-bakar cair yang mampu melontarkan wahana ke luar Bumi. Tahun 1919 namanya mendunia setelah karya ilmiahnya "A Method of Reaching Extreme Altitude" memaparkan cara mencapai Bulan. Goddard mendapat julukan "The Moon-Rocket Man". Pengakuan dari Otoritas Paten AS dan dukungan dana dari Institusi Smithsonian berdatangan.
Di belahan dunia lain, ada orang berkemampuan seperti Goddard yakni Hermann Oberth atau Konstantin Tsiolkovsky dengan impian membangun stasiun antariksa. Berbeda dengan Tsiolkovsky, jejak Oberth di dunia peroketan sangat berarti. Di usia belia, 15 tahun, pada 1909 Oberth mampu merancang roket bertingkat berbahan bakar padat. Delapan tahun kemudian mendesain roket berbahan bakar cair setinggi 25 m dengan perlengkapan stabiliser giroskopis sebagai komponen utama rudal penjelajah. Rancangan dengan maksud membuat Jerman menjadi jawara PD I ditolak karena dianggap sangat mengada-ada.
Kepalang tanggung dengan kegemarannya merancang roket, lantas ia menulis disertasi doktornya mengenai penerbangan antariksa. Hasilnya? Gagasannya ditolak mentah-mentah oleh pengujinya. Tak kurang akal, lalu disertasi itu dituangkan ke buku popular berjudul "The Rocket into Planetary Space" atau "Die Rakete zu den Planetenraumen". Ia pun mendapat sambutan amat luas. Oberth dinilai telah membawa manusia menuju Era Antariksa (Space Age) yang sebenarnya.
Dibandingkan dengan Goddard atau Tsiolkovsky, teori roket Oberth lebih kaya. Namun, Goddard memiliki jam terbang lebih tinggi dalam eksperimen. Lebih kuat dalam teori, Oberth beruntung memiliki banyak staf yang andal. Di antara stafnya itu, yang paling menonjol adalah Wernher von Braun.
Tahun 1930-an merupakan era pengujian berbagai macam roket. Melalui Yayasan Roket Jerman, Verein fur Raumschiffarht (VfR) atau Rocket Society, Oberth meluncurkan ratusan roket ilmiah. Sementara itu, Goddard di pusat uji coba baru di Ranch Mescalero, New Mexico, berhasil meluncurkan roket seri-A setinggi 4,7 meter berbahan bakar cair mencapai ketinggian 2.316 m pada 26 Agustus 1937.
Memasuki era 1940-an riset Goddard dihentikan oleh pemerintah AS karena dianggap tidak jelas manfaatnya dan menghabiskan anggaran negara. Uji coba peluncuran berhenti. Namun, Goddard telah menyumbangkan konsep monumental teknologi peroketan seperti roket seri-P untuk mengirimkan astronaut ke Bulan, Curtiss-Wright roket pendorong Bell X-2, hingga bisa melaju sampai mach 3 dan JATO roket pendorong pesawat terbang.
Pada 10 Agustus 1945 Goddard mengembuskan napas terakhir, di tengah kekecewaan atas perlakuan negaranya yang tidak memanfaatkan kemampuannya.***
Diposting oleh MATERI TINKOM di 22.38 0 komentar
Page 1
Diposting oleh MATERI TINKOM di 22.27 0 komentar
Jepang Menciptakan Kodok Transparant | for everyone |
Category: | Other |
Photo ini dirilis oleh institut tersebut pada tanggal 25 September 2007, para ahli di Jepang telah mengembang biakkan kodok yang bagian dalamnya dapat dilihat sehingga memungkinkan para peneliti penyakit seperti kanker untuk dapat melihat lebih baik bagaimana sel kanker tersebut berkembang tanpa harus membelah (mengoperasi) kodok tersebut.
“Kita bisa melihat pertumbuhan organ atau bagaimana kanker mulai bertumbuh dan berkembang,” tutur Ketua Tim Peneliti Masayuki Sumida, profesor Institute for Amphibian Biology, Hiroshima University. Pembedahan membuat katak mati. Karena memiliki kulit tembus pandang, ilmuwan dapat memanfaatkan katak transparan tersebut untuk melakukan penelitian mulai katak tersebut kecil hingga besar.
“Kita bisa mempelajari bagaimana racun mempengaruhi tulang, hati, dan organ-organ lain. Biaya penelitian dengan katak berkulit transparan menjadi lebih rendah karena kita tidak perlu berganti-ganti katak,” papar Sumida. Sumida dan rekan-rekan memproduksi katak tembus pandang dengan basis katak cokelat. Sumida melakukan rekayasa genetika untuk membuat kulit katak tersebut transparan.
Ketika katak transparan bereproduksi, maka anak-anaknya juga memiliki kulit transparan. Ketika katak berkulit transparan tersebut disuntik dengan protein yang berkilau, maka katak tersebut menjadi berkilau. Katak transparan yang berkilau bermanfaat untuk penelitian terhadap perkembangan sel kanker. Namun, metode transparansi kulit katak tersebut tidak dapat diaplikasikan pada mamalia seperti tikus karena tikus memiliki struktur kulit berbeda.
Gambar diambil pada tanggal 27 Maret 2006.
source : http://bhell.multiply.com/
Next: GET MARRIED
Diposting oleh MATERI TINKOM di 22.11 0 komentar